![]() |
Ilustrasi Produksi Tradisional Kue Keranjang Di Tasikmalaya Dengan Dekorasi Khas Imlek Dan Sentuhan Tradisional |
Kota Tasikmalaya kembali hidup menjelang Tahun Baru Imlek 2025. Aroma manis legit kue keranjang menyeruak dari sentra produksi di Jalan Selakaso, Kecamatan Tawang. Kawasan ini menjadi saksi perjalanan panjang tradisi kuliner Imlek yang terus bertahan di tengah derasnya perubahan zaman.
Di sebuah rumah produksi sederhana, Hom Sen, pria berusia 73 tahun yang menjadi simbol ketekunan dan pelestarian tradisi, menyambut kami dengan senyum hangat. Sejak 1950, keluarganya telah memproduksi kue keranjang yang kini tak hanya dinikmati warga lokal, tetapi juga menarik perhatian dari luar daerah. Namun, di balik lonjakan pesanan yang mengiringi Imlek, ada cerita perjuangan yang jarang terungkap.
“Ini bukan cuma soal kue. Ini soal tradisi, soal menjaga nilai-nilai keluarga,” kata Hom Sen. Ia memulai harinya lebih pagi dari biasanya. Puncak pesanan yang biasanya terjadi dua hingga empat hari sebelum Tahun Baru Imlek membuatnya tak punya waktu untuk berleha-leha.
Bahan Baku : Kunci Rasa dan Dilema Harga
Hom Sen berbagi rahasia kue keranjang buatannya: tepung ketan pilihan dan gula merah berkualitas. Namun, menjaga konsistensi rasa di tengah kenaikan harga bahan baku menjadi tantangan besar.
“Kalau mau untung besar, mungkin gampang saja. Tapi bagi saya, ini soal mempertahankan warisan keluarga. Rasa kue keranjang kami harus tetap seperti dulu,” ujarnya tegas. Dengan harga jual Rp40.000 per kilogram, Hom Sen tetap memprioritaskan kualitas, meski margin keuntungan semakin menipis.
Teknologi : Sahabat Baru Sang Tradisi
Menyadari tuntutan zaman, Hom Sen mulai mengadopsi teknologi dalam proses produksinya. Mesin-mesin sederhana kini membantu mempercepat proses, tetapi Hom Sen memastikan tak ada yang mengorbankan keaslian rasa.
“Mesin membantu kami menghemat waktu, tapi tidak menggantikan sentuhan tradisional. Misalnya, proses penyimpanan kue tetap dilakukan selama 1-2 hari agar teksturnya sempurna,” jelasnya sambil memperlihatkan tumpukan kue keranjang yang tengah ‘beristirahat’ sebelum dikemas.
Lebih dari Sekadar Kue
Bagi masyarakat Tionghoa, kue keranjang bukan hanya makanan khas, melainkan juga simbol keberuntungan dan kesejahteraan. Hom Sen merasa tanggung jawab besar untuk memastikan tradisi ini tetap hidup.
“Kue keranjang itu seperti doa. Saat kami membuatnya, ada harapan di sana. Harapan agar keluarga tetap harmonis dan hidup lebih baik,” ucapnya penuh makna.
Di tengah geliat modernisasi, cerita Hom Sen mengajarkan kita satu hal: menjaga tradisi bukan sekadar mempertahankan rasa, tetapi juga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Jalan Selakaso pun tak hanya menjadi sentra produksi kue keranjang, melainkan juga simbol harmonisasi antara tradisi dan inovasi.
Bagi Anda yang ingin merasakan kelezatan dan makna di balik kue keranjang, mungkin inilah saatnya mengunjungi Jalan Selakaso, tempat di mana tradisi dan semangat zaman bertemu. Apakah Anda siap mencicipi sepotong tradisi yang penuh cerita?
Sumber : Ilustrasi Gambar AI, dan https://www.rmoljabar.id/permintaan-kue-keranjang-melonjak-jelang-imlek-produsen-di-tasikmalaya-berjuang-lestarikan-tradisi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar