![]() |
Ilustrasi : Lapor Kekerasan Perempuan dan Anak |
Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kota Tasikmalaya kian menanjak, menciptakan urgensi bagi perubahan besar. Dalam lima tahun terakhir, data Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) mencatat lonjakan kasus dari 42 pada 2020 menjadi 164 hingga November 2024. Namun, angka ini bukan sekadar statistik. Di baliknya, ada cerita keberanian yang layak didengar dan didukung.
Munculnya Suara dari Dalam Kegelapan
Menurut Kepala DPPKBP3A, Imin Muhaemin, peningkatan kasus ini salah satunya disebabkan oleh kemudahan pelaporan melalui layanan daring seperti SP4NLAPOR. “Kini masyarakat lebih melek dan lebih mudah menyampaikan laporan terjadinya kekerasan,” ungkapnya.
Sistem pelaporan daring telah membuka ruang bagi korban untuk menyuarakan apa yang selama ini terkubur. Meski begitu, perjuangan korban tak berhenti pada laporan. Banyak dari mereka masih harus menghadapi ketakutan, stigma, hingga tekanan ekonomi.
Di Balik Data, Ada Luka yang Tak Terlihat
Angka-angka ini menyimpan kisah-kisah yang sering kali luput dari perhatian. Perempuan kerap terjebak dalam situasi dilema, memilih antara melawan atau bertahan demi keluarga. Sementara itu, anak-anak menjadi korban tanpa perlindungan memadai, menunggu keberanian dari orang dewasa di sekitar mereka untuk bertindak.
Meningkatkan Tindakan, Bukan Hanya Pelaporan
Imin menegaskan, pelaporan saja tidak cukup. “Keberadaan layanan pelaporan online harus diimbangi dengan langkah pencegahan, edukasi, serta penanganan yang cepat dan efektif,” katanya.
Edukasi masyarakat menjadi kunci. Pemahaman tentang tanda-tanda kekerasan, pentingnya melaporkan, dan cara menangani kasus sejak dini harus ditanamkan. Direktur Taman Jingga, Ipa Zumrotul Falihah, turut mendorong pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) khusus pendampingan korban, agar mereka mendapatkan bantuan yang lebih komprehensif. Sayangnya, hingga kini, rencana tersebut masih menggantung tanpa kejelasan.
Saatnya Kolaborasi: Kita Tidak Bisa Sendiri
Peningkatan jumlah kasus ini adalah cerminan dari kerja bersama yang belum maksimal. Pemerintah, masyarakat, dan lembaga swadaya harus bersatu untuk menciptakan ekosistem perlindungan yang lebih kuat. Langkah preventif harus berjalan seiring dengan penguatan layanan pendampingan korban.
Tahun 2025 adalah kesempatan untuk membalik keadaan. Dengan kolaborasi yang nyata, keberanian korban dapat disambut dengan dukungan penuh dari masyarakat. “Ini bukan hanya soal laporan, tetapi bagaimana kita bergerak bersama menciptakan lingkungan yang aman dan penuh empati,” tutup Imin.
Melawan Kekerasan, Membawa Harapan
Kota Tasikmalaya bisa menjadi pionir dalam membangun sistem perlindungan yang inklusif. Edukasi, dukungan, dan tindakan kolektif adalah kunci. Saatnya semua pihak bangkit, bukan hanya untuk menyaksikan perubahan, tetapi untuk menjadi bagian dari perubahan itu sendiri. Karena setiap anak dan perempuan di kota ini layak mendapatkan kehidupan yang aman dan bermartabat.
Sumber : Ilustrasi AI , https://www.instagram.com/kemenpppaigsh=cTVtenE0Z3VoNmtp, https://www.instagram.com/dppkbp3a_kotatasikmalaya?igsh=MTNpZW45NHA5aTMwMA==, dan https://radartasik.id/2025/01/03/kasus-kekerasan-terhadap-anak-dan-perempuan-di-kota-tasikmalaya-meningkat-tajam/2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar