![]() |
Kemeriahan Pawai Ta’aruf Tahun Baru Islam |
Manonjaya, Kamis 26 Juni 2025
Saat matahari baru saja menapak langit timur, Alun-Alun Manonjaya bukan lagi sekadar ruang terbuka hijau. Ia menjelma menjadi ladang spiritual. Hari itu, Kamis pagi yang hangat, ribuan langkah berpadu dalam satu irama: menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharam 1447 H.
Lebih dari tiga ribu jiwa santri, pelajar, para kiai, pimpinan pondok, ibu-ibu majelis taklim, aparat, hingga tokoh masyarakat turut serta dalam Pawai Ta’aruf. Ini bukan sekadar pawai. Ini adalah deklarasi bersama: bahwa hijrah bukan hanya kenangan sejarah, tetapi gerak nyata menuju nilai-nilai kebaikan hari ini.
Bukan Sekadar Barisan, Ini Iring-Iringan Spirit
Dengan rute yang menghubungkan Alun-Alun Manonjaya hingga Pondok Pesantren Miftahul Huda di Desa Kalimanggis, lautan manusia berjalan penuh takzim. Di tangan mereka berkibar bendera bertuliskan kalimat thayyibah, di bibir mereka mengalun sholawat, dan di hati mereka terpatri semangat hijrah: dari gelap menuju cahaya, dari ego menuju harmoni.
Di tengah barisan, hadir figur-figur penjaga ruang sosial Manonjaya. Camat, Danramil, Kapolsek, Ketua DMI, Ketua DKM, Majelis NU, Kepala Desa Kalimanggis, para pimpinan ponpes, serta dewan kiai Pesantren Miftahul Huda, berjalan berdampingan. Tak ada sekat jabatan, hanya ada satu panggilan: ukhuwah.
Danramil Bicara Cinta Tanah Air dan Tradisi
Danramil 1208/Manonjaya, yang turut menyusuri barisan bersama masyarakat, menyampaikan pesan yang menukik namun menghangatkan:
“Ini bukan sekadar tradisi yang berulang setiap tahun. Ini adalah perwujudan Islam yang damai, yang mencerahkan, dan mencintai tanah air. Pawai ini menjadi ruang terbuka untuk menyatukan umat, menyambungkan instansi, dan menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa kita semua bagian dari perjalanan hijrah itu sendiri.”
Keamanan Adalah Kolaborasi, Bukan Instruksi
Pawai Ta’aruf tahun ini berlangsung aman dan tertib, bukan karena instruksi, tetapi karena sinergi: antara TNI-Polri, pemerintah kecamatan, panitia lokal, relawan, dan masyarakat. Semua berjalan dalam skenario yang tertulis rapi: gotong royong.
Tidak ada keributan, tidak ada kerusuhan, hanya suara sholawat, tawa anak-anak, dan aura religius yang terasa hidup di sepanjang jalan.
Tahun Baru Islam Bukan Hanya Kalender Baru
Lebih dari seremoni, 1 Muharam di Manonjaya hadir sebagai refleksi publik. Tentang pentingnya berhijrah, bukan hanya secara spiritual, tapi juga sosial. Menjadi masyarakat yang lebih sadar, lebih peduli, dan lebih solid.
Pawai yang berakhir di lingkungan Pesantren Miftahul Huda bukan berarti perjalanan selesai. Justru di situlah dimulai: saat pendidikan, keagamaan, dan budaya bersatu menjadi fondasi hidup bermasyarakat.
Manonjaya hari itu tak hanya mengarak manusia, tapi juga mengarak harapan: bahwa masa depan yang religius, inklusif, dan penuh toleransi adalah sesuatu yang bisa diraih asal semua mau berjalan bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar